Makhluk hidup yang ada di bumi memiliki
jumlah yang banyak sekali dan jenisnya pun beraneka ragam. Manusia sebagai
salah satu makhluk hidup memiliki hasrat dan keinginan untuk menggolong –
golongkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Hal tersebut merupakan naluri
yang dibawa manusia sejak ia dilahirkan, dan sejak awal manusia telah berusaha
untuk memahami bahwa beranekaragam tumbuhan ada di bumi kita. Kesadaran dan
usaha inilah yang melahirkan salah satu cabang ilmu biologi yang disebut
sebagai taksonomi atau sistematik.
Taksonomi atau sistematik tumbuhan
menjadikan tumbuhan sebagai obyek studinya, baik tumbuhan yang sekarang masih
hidup maupun tumbuhan dari masa lampau yang sekarang tinggal ditemukan
sisa-sisanya dalam bentuk fosil, atau “cap”-nya pada batuan. Menghadapi obyek
yang demikian besar jumlah, macam, dan ragamnya, tentulah kita harus terlebih
dahulu menyederhanakan obyek studi agar lebih mudah penanganannya. Obyek yang
besar itu dipilah-pilah, dikelompok-kelompokkan menjadi kelas-kelas atau
golongan atau unit-unit tertentu. Unit-unit inilah yang disebut dengan istilah takson, dan pembentukan takson ini
disebut klasifikasi.
a.
Pengertian Taksonomi, Sistematik, dan Klasifikasi
Taksonomi
adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tatanama, dan klasifikasi, yang
biasanya terbatas pada obyek biologi,
bila terbatas pada tumbuhan sering disebut sistematik tumbuhan. Unsur utama
yang menjadi lingkup taksonomi tumbuhan adalah pengenalan yang di dalamnya
tercakup pemberian nama dan penggolongan. Sistematik
diberi batasan sebagai ilmu yang secara ilmiah mempelajari tentang macam-macam
dan keanekaragaman organisme serta hubungan kekerabatan di antara mereka.
Klasifikasi
adalah penyusunan tumbuhan secara teratur ke dalam suatu sistem hierarki. Sistem
penyusunan ini berasal dari kumpulan informasi tumbuhan secara individual,
dengan hasil akhir yang menggambarkan hubungan kekerabatan. Klasifikasi yang
bertujuan untuk menyederhanakn obyek studi pada hakekatnya adalah mencari
keseragaman dalam keanekaragaman. Betapapun besarnya keanekaragaman yang
diperlihatkan oleh suatu populasi, pastilah dapat ditemukan kesamaan cirri atau
sifat-sifat tertentu di antara warga populasi tersebut.
Identifikasi
adalah penunjukan, ketentuan, atau pemastian nama yang benar dan penempatannya
di dalam sistem klasifikasi.
b.
Hubungan Taksonomi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Mata rantai hubungan ilmu-ilmu lain
dengan taksonomi tidaklah hanya masalah nama, peraturan pemberian nama yang
benar secara internasional dan penggolongan saja, melainkan juga dalam
menentukan hubungan kekerabatan antar tumbuhan. Sehingga ini penting untuk
ilmu-ilmu terapan, seperti pertanian, kehutanan, farmasi, dan ilmu lainya.
Penggolongan tumbuhan harus dilengkapi dengan suatu dasar yang mantap dari
ilmu-ilmu yang termasuk biologi.
Taksonomi merupakan dasar dari
ilmu-ilmu lain, tetapi perkembangan taksonomi juga terhantung pula dari
perkembangan ilmu-ilmu tadi. Klasifikasi yang baik dapat merupakan pedoman
pencarian masalah-masalah penelitian biologi, serta bidang-bidang ilmu yang
terkait lainnya. Oleh karena itu, para ahli taksonomi mempunyai tanggung jawab
berat dalam membuat sistem klasifikasi yang dapat menjadi pedoman secara umum
bagi ilmu lainnya.
c. Sistem Klasifikasi dalam Sejarah Perkembangan
Taksonomi Tumbuhan
Perbedaan
dasar yang digunakan dalam mengklasifikasikan tumbuhan memberikan hasil
(sistem) yang berbeda-beda pula, sehingga terbentuk sistem klasifikasi yang
berlainan pada waktu yang berbeda-beda. Pada zaman dahulu kegiatan klasifikasi,
didasarkan atas kesamaan ciri-ciri yang langsung terkait dengan kehidupan
manusia, misalnya atas dasar manfaatnya, yang menghasilkan kelompok tumbuhan
penghasil bahan pangan, sandang, penghasil obat dan seterusnya. Selanjutnya
mendasarkan pengelompokan berdasarkan ciri-ciri lain yang mudah dilihat dan
diamati dengan mudah seperti perawakan (habitus) tumbuhan. Berdasarkan habitus
ini maka dikelompokkanlah : pohon (arbor) yaitu tumbuhan yang tinggi,
besar dan berumur panjang, tumbuhan yang lebih kecil disebut semak frutex) dan
yang kecil dan berumur pendek termasuk terna (herba).
Sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
ilmu dan teknologi, klasifikasi tidak lagi hanya didasarkan pada karakter
morfologi tetapibukti lain yang diperoleh dari kajian anatomi, fisiologi,
palaeobotani, geografi tumbuhan, genetika, data molekuler dan bukti-bukti
lainnya.
Sampai sekarang dalam dunia taksonomi
tumbuhan dikenal berbagai sistem klasifikasi, yang masing-masing diberi nama
menurut tujuan yang ingin dicapai atau dasar utama yang merupakan landasan
dilakukannya pengklasifikasian. Sistem klasifikasi yang bertujuan praktis
dengan tekanan utama pada tercapainya tujuan penyederhanaan obyek studi dalam
bentuk suatu ikhtisar ringkas disebut dengan sistem buatan atau sistem
artifisial. Semua sistem klasifikasi yang diciptakan pada awal perkembangan
ilmu taksonomi tumbuhan sampai kira-kira pertengahan abad ke-19 yang lalu dapat
dikualifikasikan sebagai sistem buatan. Kemajuan dalam ilmu kimia semakin lebih
banyak dapat mengungkap zat-zat apa saja yang terkandung dalam tubuh tumbuhan
atau organ-organnya, sehingga dihasilkanlah klasifikasi berdasarkan kesamaan
kandungan zat-zat kimia tertentu. Sehingga dari sini muncullah kajian
kemotaksonomi.
Akhir-akhir ini telah berkembang suatu
aliran yang dikenal sebagai taksimetri atau taksonometri yang berupaya
menentukan hubungankekerabatan antara takson tumbuhan dan klasifikasi secara
numeric dengan penerapan analisis kelompok (cluster analysis) dengan dasar
karakter-karakter kuantitatif.
Dalam garis besarnya, menurut sejarah sistem
klasifikasi dari masa ke masa dibedakan
menjadi:
1. Sistem klasifikasi
buatan/artificial
Klasifikasi
yang didasarkan pada satu atau dua ciri morfologi yang mudah dilihat yang tujuan
utamanya adalah untuk mempermudah pengenalan tumbuhan. Terdiri dari dua periode
yaitu:
a.
Periode Sistem Habitus,
Dalam
periode ini sistem klasifikasinya didasarkan pada habitus, yaitu kesan
keseluruhan yang nampak dari suatu tumbuhan. Periode ini kira-kira berlangsung
abad ke-4 sebelum Masehi sampai abad ke-17. Taksonomi tumbuhan sebagai ilmu
pengetahuan baru dianggap dimulai dalam abad ke-4 sebelum Masehi oleh orang-orang
Yunani. Menurut sistem ini, tumbuhan digolongkan menjadi :
1.
Pohon
2.
Perdu
3.
Semak
4.
Herba
5.
Tumbuhan memanjat dan
sebagainya.
dan dipelopori oleh Theophrastus
(370 - 385 S.M.) dan juga diikuti oleh kaum herbalis serta ahli-ahli botani,
yang terus digunakan sampai selama lebih 10 abad. Tokoh lain pada periode ini
adalah Albertus Magnus (1193-1280), Otto Brunfels (1464-1534), Jerome Bock (1489-1554),
Andrea Chaisalpinus (1519-1602), Jean Bauhin (1541-1631), Josep piton De
Turnetor (1656-1708), Jhon ray (1628-1705) dan lain lainnya yang mengajukan
gagasan baru tentang dasar klasifikasi tumbuhan.
Berikut adalah pengenalan singkat tehadap
beberapa tokoh pelopor sistem klasifikasi buatan:
1.
DIOSCORIDES (50- 7). Kendatipun tidak mengenal karya Theophrastes, namun
dia menyatakan bahwa pentingnya pemberian candra atau
deskripsi bagi setiap tumbuhan di samping pemberian namanya.
2.
PLINIUS (23-79) hanya menghasilkan karya-karya yang merupakan kompilasi dari
karya-karya yang telah terbit sebelumnya ditambah dengan bahan-bahan dari
dongeng atau legenda dikalangan rakyat. Ia berpendapat, bahwa semua tumbuhan di
bumi ini diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia. Sistem klasifikasi yang
diikuti Plinius adalah sistem Dioscorides yang telah membedakan pohon-pohonan,
bangsa gandum, sayuran, tanaman obat-obatan, rumput-rumputan dan seterusnya.
3.
MAGNUS (1193-1280) adalah tokoh yang menonjol dalam masa abad pertengahan yang
dianggap telah dapat membedakan Monocotyledoneae dari Dicotyledoneae.
4.
O. BRUNFELS (1464-1534), kaum herbalis yang telah menghasilkan karya tentang
terna yang dihiasi gambar. Sebagian besar dari karyanya merupakan bahan-bahan kompilasi
dari karya-karya Theophrastes, Dioscorides dan Plinius. Ia tercatat sebagai
orang pertama yang membedakan golongan Perfecti (tumbuhan yang
menghasilkan bunga) dan Imperfecti (tumbuhan yang tidak menghasilkan
bunga).
5.
J. BOCK (1489-1554) (HIERONYMUS TRAGUS) seorang herbalis, yang masih
menggolongkan tumbuhan menjadi terna, semak, dan pohon, tetapi mengaku telah
berupaya untuk menempatkan tumbuhan yang menurut anggapannya sekerabat dalam
kategori yang sama.
6.
L. FUCHS (1501-1566), seorang Guru Besar ilmu kedokteran di Tiibingen, Jerman
Barat, yang terkenal dengan karya-karyanya dalam bidang ilmu tumbuhan yang
tenar pada masanya.
7.
R. DODONEUS (1516-1585), seorang dokter kelahiran Mechelen, Belgia. Pernah
menjelajahi Perancis, Jerman, dan Italia. Ia merupakan penulis Het Cruyde
hoek yang pada masanya sangat mashur dan berkali-kali dicetak ulang.
8.
M. de L'OBEL (1538-1616), yang dalam menulis sering menggunakan nama LOBELIUS menulis buku ilmu tumbuhan bergambar
yang sangat tenar pula pada masanya.
9.
J. GERARD (1545-1612), berkebangsaan Inggris, pernah mengadakan
perjalanan di Denmark dan Rusia, pemilik sebuah kebun botani di London dan penulis
sebuah karya besar tentang ilmu tumbuhan.
10.
C. L'CLUSE (CLUSIUS) (1526-1609), berkebangsaan Belgia dengan tujuan mendalami
botani telah menjelajahi sebagian besar benua Eropa, pernah mengabdi di
lingkungan kekaisaran di Wina di samping menjabat direktur Kebun Raya di Schonbrunn
(Wina), sejak 1593 menjadi Guru Besar di Leiden (Negeri Belanda) sampai
ajalnya. Ia menghasilkan sejumlah besar karya dalam bidang Ilmu tumbuhan.
Banyak
di antara kaum herbalis yang namanya diabadikan sebagai nama tumbuhan.
Perhatikan misalnya nama-nama suku: Gesneriaceae, Lobeliaceae, Clusiaceae, dan
nama-nama marga: Fuchsia, Gesneria, Lobelia, Gerardia, Clusia, dan Furtadoa dan
sebagainya.
Mulai
berakhirnya abad ke-16, di samping tujuan praktis untuk upaya mencari asas-asas
baru dalam mengadakan klasifikasi tumbuhan, membentuk golongan-golongan yang
bersifat alami terutama dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian dari bidang
morfologi telah dilakukan dan dipelopori oleh:
1.
CAESALPINUS
(1519-1602), yang merupakan ahli ilmu tumbuhan berkebangsaan Italia dan sering
disebut sebagai ahli taksonomi tumbuhan yang pertama. Karyanya yang berjudul de
Plantis, memuat suatu bab tentang dasar-dasar klasifikasi, berdasarkan sifat
buah dan biji.
2.
J. BAUHIN (1541-1631),
seorang dokter berkebangsaan Perancis yang menerbitkan karya tulis bergambar
yang komprehensif, berjudul Historia Plantarum Universalis yang memuat
candra (deskripsi) dan sinonima sekitar 5.000 jenis tumbuhan.
3.
BAUHIN (1560-1624),
adik J. Bauhin, menerbitkan bukunya yang berjudul Pinax Theatri Botanici yang
memuat nama dan sinonima sekitar 6.000 jenis tumbuhan. Ia adalah orang pertama
yang memprakarsai pemberian nama ganda bagi tumbuhan, te1ah membedakan kategori
marga dan jenis.
4.
R. MORISON (1620-1683),
Guru Besar ilmu tumbuhan di Universitas Oxford, Inggris, penulis Plantarum
Historia Universalis Oxoniensis yang sangat mashur pada waktu itu. Ia pernah
pula menjadi pemimpin Kebun Raya milik Pangeran Gaston de Bourbon di Blois,
Perancis.
5.
RIVINUS (A. BACHMANN)
(1652-1723), Guru Besar Iimu Tumbuhan di Leipzig, Jerman Timur, bersama dengan
de Tournefort, konseptor untuk pengertian marga (genus).
6.
J.P. de TOURNEFORT
(1656-1708), berkebangsaan Perancis, pada usia 21 tahun telah menjadi Guru
Besar IImu Tumbuhan di Paris. Ia telah menjelajahi Eropa dan Asia. Ia membuat
sistem klasifikasi berdasarkan sifat-sifat bunga. Sistem klasifIkasi de
Tournefort dan diterima baik di seluruh Eropa dan Perancis.
7.
J. RAY (1628-1705)
adalah seorang filsuf berkebangsaan Inggris. Selain filsuf ia adalah seorang
ahli agama dan pencinta alam. Dalam bukunya Methodus Plantarum ia
mengusulkan klasifikasi gabungan pendahulunya seperti Magnus, Caesalpinus,
Malpighi, dan Gerard berdasarkan kesamaan bentuk, dan membedakan tumbuhan
berkayu dan yang berbatang basah.
b. Periode
Sistem Numerik
Periode ini dimulai kira – kira
pada permulaan abad ke – 18. Dalamperiode ini sistem klasifikasi tumbuhan ditandai dengan sifat sistem
yang murni artifisial, yang sengaja dirancang sebagai sarana
pembantu dalam identifikasi tumbuhan. Dapat juga dikatakan
bahwa sistem klasifikasinya didasarkan pada jumlah-jumlah dan susunan alat
kelamin tumbuhan, disebut juga sistem seksual. Penciptannya adalah Carolus
Linnaeus (1707-1778). Linnaeus membagi tumbuhan menjadi 24 kelas diantaranya
Monandria ( golongan tumbuhan dengan satu benang sari), Diandria (golongan
tumbuhan dengan dua benang sari) dan seterusnya. Tokoh lain yang dikenal dalam
periode ini adalah Petter kalm (1716-1779), Fredrik Haselquist (1723-1752) dan
Petter Thunder (1743-1828).
K. LINNE (CAROLUS LINNAEUS)
(1707-1778), yang dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1707 di Rahult, Swedia
Selatan. Linnaeus menerbitkan Hortus Uplandicus edisi baru yang
disusun menurut sistem yang dikenal sebagai "sistema sexuale" atau
sistem seksual. Untuk membiayai penerbitan naskahnya yang membuat Linnaeus
kemudian menjadi mashur yaitu Sistema Naturae yang memuat dasar-dasar
untuk pengklasifikasian tumbuhan, hewan, dan mineral. Pada tahun 1737, Linnaeus
menerbitkan Genera Plantarum dan Flora Lapponica di Negeri
Belanda. Selanjutnya Linnaeus menerbitkan Species Plantarum yang
terbit Mei 753. Pada tahun 1775 ia mengundurkan diri sebagai Guru Besar, dan
tiga tahun kemudian meninggal (10 Januari 1778) setelah menderita sakit selama
kira-kira dua tahun. Sistem klasifikasi tumbuhan yang diciptakan oleh Linnaeus
masih dikategorikan sebagai sistem artifisial. Nama sistem sexual sebenarnya
tidak begitu tepat, karena pada dasarnya sistem ini tidak ditekankan pada
masalah jenis kelamin, tetapi pada jumlah alat-alat kelamin yaitu jumlah benang
sari, seperti nama-nama Monandria (berbenang sari tunggal), Diandria (berbenang
sari dua), Triandria (berbenang sari tiga) dan seterusnya. Itulah
sebabnya sistem klasifikasi tumbuhan ciptaan Linnaeus ini dikenal pula sebagai
"sistemnumerik". Tanggal 1 Mei 1753 menjadi pangkal tolak berlakunya
tatanama tumbuhan. Tidak tepat bila Linnaeus dianggap sebagai pencipta sistem
tatanama ganda karena Caspar Bauhin , yang dalam bukunya, Pinax Theatri
Botanici tahun 1623 telah menerapkan sistem tatanama ganda tersebut.
Barangkali karena kebesaran nama Linnaeus dalam bidang taksonomi, dan karena Linnaeus-lah
yang pertama, secara konsisten menggunakan nama ganda itu untuk jenis tumbuhan
dalam bukunya Species Plantarum tadi, maka nama Bauhin menjadi
tersisihkan. Raja Swedia menganugerahkan gelar bangsawan dengan mengubah
namanya menjadi Karl van Linne. Linnaeus mendapatkan gelar sebagai "Bapak
taksonomi (baik untuk tumbuhan maupun hewan).
2. Sistem Klasifikasi Alam
Klasifikasi
yang didasarkan pada hubungan kekerabatan yang ditunjukkan oleh banyaknya
persamaan bentuk yang terlihat, sehingga dapat disusun takson-takson yang
bersifat alami. Sistem ini dikatakan alami karena dianggap menceminkan keadaan
yang sebenarnya seperti terdapat di alam. Kesadaran mengenai adanya hubungan
kekerabatan disebabkan oleh bertambahnya ilmu pengetahuan tentang fungsi dan morfologi
dari organ tumbuhan serta kemajuan ilmu pengetahuan optic sehingga
pengamatannya lebih seksama dibandingkan periode sebelumnya. Tokoh-tokoh
terkemuka pada periode ini antaralain : Lamarck (1744-1829) Michel Adenson
(1727-1826) dan Antoine Laurent De Jussieu (1748-1836) yang membagi tumbuhan
menjadi : Acotyledonae, Monocotiledonae, dan Dycotiledonae. Sistem De Jussieu
ini kemudian disempurnakan oleh tokoh-tokoh lain seperti ; Augustine Pyrame De
candole (1778-1884) Sir Jhoseph Dalton Hooker (1817-1819) dan George Bentham (1800-1884).
Berikut
ini adalah pengenalan singkat beberapa tokoh – tokoh yang terkenal pada periode
ini :
1. M. ADANSON (1727-1806). Ia adalah
seorang ahli iImu tumbuha berkebangsaan Perancis dan seorang anggota Akademi ilmu
Pengetahuan di Universitas Sorbonne, Paris. Sumbangannya yang utama adalah
penolakan semua sistem artifisial, menggantikannya dengan sistem alam termasuk
orang yang pertama-tama mengadakan eksplorasi tumbuhan di daerah tropika. Dalam
bukunya Families des fiances ia telahmembedakan dan mendeskripsi
unit-unit yang sekarang kita kenal sebagai bangsa (ordo) dan suku (familia).
2. G.C. OEDERS (1728-1791), seorang ahli
taksonomi tumbuhan berkebangsaan Denmark yang antara lain telah menulis flora Sleeswijk
- Holstein Denmark.
3. J.B. de LAMARCK (1744-1829), seorang
ahli ilmu hayat berkebangsaan Perancis, yang bagi para ahli taksonomi tumbuhan
dikenal sebagai penulis Flora Francoise yang ditulis berupa kunci
identifikasi tumbuhan di Perancis. Asas-asas dan konsep mengenai sistem alam
Lamarck juga dikenal sebagai penulis Philosophie Zoologique clanEchelle
Animale clan dianggap sebagai salah seorang perintis lahirnya teori
evolusi.
4. DE
JUSSIEU bersaudara: Antoine de Jussieu (1686-1758), Bernard de Jussieu
(1699-1776), Joseph de Jussieu (1704-1779) merupakan ahli taksonomi tumbuhan
yang kenamaan. Bernard menyusun kembali tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya di
Trianon menurut suatu sistem ciptaannya sendiri, yang mirip dengan sistem
Linnaeus dalam karyanya yang berjudul Fragmenta Methodi Naturalis dan
sistem Ray dalam bukunya Methodus Plantarum.
5. JOSEPH(1709-1779), yang termuda dari
ketiga de Jussieu bersaudara itu tinggal bertahun-tahun di Amerika Selatan yang
menjadi gila karena koleksi yang ia kumpulkan dan ia himpun selama 5 tahun
hilang dengan tenggelamnya kapal yang membawa koleksinya dari Amerika ke Eropa.
6. AL. de JUSSIEU (1748-1836) adalah
kemenakan Bernard yang pada usia 15 tahun telah dipanggil untuk membantu
pamannya itu. Pada usia 25 tahun AL. de Jussieu telah mempublikasikan karyanya
yang pertama yang memuat usul sistem klasifikasi tumbuhan yang baru. Saran
klasifikasi tumbuhan dari AL. de Jussieu terdiri atas Acotyledoneae,
Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae. AL. de Jussieu, yang seperti
pamannya (Bernard de Jussieu) pun menjadi pemangku jabatan Guru Besar, juga
dikenal sebagai penulis berbagai monografi dan pendiri Museum Ilmu Hayat (Musee
d'Histoire Naturelle) di Paris.
7. AUGUSTIN PYRAMUS DE CANDOLLE
(1778-1841), yang adalah mood RL. Desfontaines (1752-1833) yang bertahun-tahun menjabat
Guru Besar ilmu tumbuhan di Paris dan direktur Kebun Raya di sana,penulis Flora
Atlantica dan berbagai publikasi lainnya. De Candolle sendiri kemudian
menjadi Guru Besar di Montpellier (perancis) dan akhirnya di Geneva (Swis). Ia
menjadi sangat mashur sebagai pemrakarsa dan penulis sepuluh jilid pertama
sebuah karya monumental yang berjudul Prodromus Sistematis Naturalis Regni
Vegetabilis. Perevisi edisi ke-III karya LamarckFlora Francoise. Dan
pencipta sistem klasifikasi tumbuhan yang disebut menurut namanya (sistem de
Candolle), yang dalam banyak hal mirip sistemnya de Jussieu, tetapi jauh lebih
luas. Ia juga berpendapat, bahwa sifat-sifat anatomi dapat dijadikan dasar
klasifikasi yang lebih kuat dari pada sifat-sifat fisiologi.
8. ALPHONSO DE CANDOLLE (1806-1893), Ia
menulis buku-buku Suites au Prodromus dan penyunting kelima jilid buku-buku
yang merupakan kelanjutan Prodromus yang diprakarsai ayahnya.
9. CASIMIR DE CANDOLE (1836-1918) adalah
anak Alphonso yang menulis berbagai monografi antara lain tentang Meliaceae dan
Piperaceae, dan bertindak sebagai editor untuk menyelesaikan keempat
jilid Suites au Prodromus yang masih tersisa.
10.ROBERT BROWN (1773-1858) adalah
kolektor tumbuhan dan penulis berbagai publikasi yang penting. Sekalipun ia
sendiri tidak menciptakan suatu sistem klasifikasi, tetapi karya – karyanya
mempunyai pengaruh yang besar terhadap sistemsistem klasifIkasi tumbuhan yang
diciptakan kemudian. Ia telah menunjukkan bahwa Gymnospermae merupakan
golongan tumbuhan yang ditandai dengan adanya bakal biji yang telanjang dan
harus dipisahkan dari Angiospermae. Ia juga merupakan orang pertama yang
menjelaskan morfologi bunga dan penyerbukan pada Asclepiadaceae dan Polygalaceae.
Ia pun dikenal sebagai penemu suatu fenomena yang hingga sekarang kita
kenaI sebagai "gerakan Brown".
11. dan lain – lain
3. Sistem Klasifikasi Filogenetik
Klasifikasi
yang didasarkan pada jauh dekatnya hubungan antara takson satu dengan takson
lainnya. Sistem klasifikasinya didasarkan pada filogenik takson-takson mengikut
sertakan teori evolusi. Takson-takson yang dibentuk ditempatkan dengan urutan
yang dari segi filogenik mempunyai tingkatan yang rendah (primitive) sampai
ketingkatan yang tingg i(maju). Periode ini bertahan dari abad 9 hingga
sekarang, merupakan salah satu akibat logis timbulnya teori yang dipelopori
oleh Jean Babtisek Lamarck (1744-1824) disusul oleh Charles Darwin dengan
karyanya On The Origin of Species by
Means of Natural Selection (1859).
Tokoh-tokoh yang terkemuka pada periode ini antara lain: August Wilham Eichler (1839-1887)
Ia membagi tumbuhna menjadi: Cyptogamae,Thalophyta, Bryophyta, Ptheridophyta
dan Phanerogamae (Spermathophyta) masing-masing golongan dibagi lagi menjadi
takson-takson yang lebih rendah. Sistem ini kemudian disempurnakan lagi oleh
tokoh-tokoh lain seperti; Adolph Engler (1844-1930), Richart Fon Wettstein (1862-1931)
Charles E. Bessay (1845-1915) dan Hans Hallier (1868-1932).
Beberapa
pengenalan tokoh – tokoh pelopor sistem klasifikasi filogenik yaitu :
1.
ALEXANDER BRAUN
(1805-1877) adalah seorang ahli ilmu tumbuhan berkebangsaan Jerman, yang
berturut-turut pernah menjadi Guru Besar di Karlsruhe, Freiburg, dan Giessen,
dan sejak 1851 menjadi Guru Besar di Berlin dan direktur Kebun Raya yang abadi
di kala itu. Ia dikenal sebagai pakar morfologi dan pengenal baik "Flora
Eropa Tengah", penulis berbagai publikasi terutama mengenai tumbuhan
tingkat rendah. Secara filogenetik ia membedakan tumbuhan Bryophyta,
Cormophyta dan Anthophyta.
2.
A.W. EICHLER
(1839-1887) adalah seorang ahli ilmu tumbuhan yang berkebangsaan Jerman, dan
berturut-turut pemah menjadi Guru Besar di Universitas-universitas di Graz, Kiel,
dan Berlin sekaligus direktur Kebun Raya di sana. Ia sangat mashur karena
publikasinya mengenai diagram diagram bunga, dan editor Flora Braziliensis yang
ditulis oleh Young Martius (1794-1868), yang waktu menjadi Guru Besar di Munich
pernah mengambil Eichler sebagai asistennya. Eichler juga menjadi penulis bab
tentang Coniferae dalam edisi pertama buku Die Naturlichen
Pflanzenfamilien yang diterbitkan oleh Engler dan K. Prantl (1844-1930).
3.
RICHARD WETTSTEIN
(1862-1931) adalah seorang Guru Besar ilmu tumbuhan di Wina yang
pendapat-pendapatnya perihal sistem klasiflkasi tumbuhan termuat dalam bukunya Handbuch
der Sistematischen Botanik. Dalam sistem klasifikasinya Wettstein
menggunakan istilah "stamm" untuk kategori tertinggi, setingkat
dengan sekarang "divisi". "Abteilung" untuk bagian
"Stamm", yang barangkali dapat disamakan dengan sekarang "anak
divisi".
4.
KARL C. METZ
(1866-1944) adalah Guru Besar pada Universitas Koenigsbergen di Jerman Timor.
Ia mengajukan teori, bahwa jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara tumbuhan
dapat ditentukan secara serologik atau serodiagnostik melalui suatu reaksi
protein.
5.
HANS HALLIER (JOHAN
GOTTFRIED HALLIER) (1868-1932) adalah seorang ahli taksonomi tumbuhan
berkebangsaan Belanda, yang dari 1893-1896 bekerja di Herbarium Bogor daft
dalam tahun 1893/1894 ikut serta ekspedisi Nieuwenhuis ke Kalimantan, dan
banyak mengumpulkan bahan - bahan tumbuhan dari pulau itu. Selain itu ia juga
banyak mengumpulkan bahan-bahan tumbuhan dari sekitar Bogor dan Jakarta. Dari
1909-1922 ia bekerja di Herbarium Kerajaan di Leiden. Di antara sekian banyak
publikasinya, termuat sistem klasifikasi filogenetik berdasarkan bukti
paleobotani, anatomi, serologi, daft ontogeni. Ia menolak konsep Engler mengenai
bunga yang masih dianggap primitif, tetapi memilih tipe strobiloid sebagai tipe
bunga yang primitif. Penanganannya mengenai golongan Monocotyledoneae tidak
secermat yang ia lakukan terhadap Dicotyledoneae. Dan sistem klasifikasinya
memuat berbagai hal yang tidak sesuai dengan pendapat-pendapat mutakhir.
4.
Sistem
Klasifikasi Kontemporer
Klasifikasi yang didasarkan pada
pengkuantitatifan data penelitian taksonomi dan penerapan matematika dalam
pengelolahan datanya. Sistem ini lahir akibat kemajuan ilmu pengetahuan yang
pesat dalam abad ke 20. Komputer telah digunakan secara luas dalam pengembangan
metode kuantitatif dalam klasifikasi tumbuhan,yang melahirkan bidang baru dalam
taksonomi tumbuhan yaitu : taksonomi numerik , taksometri atau taksonometri.
Taksometri numeri didefinisikan sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai
kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan organisme dan penataan
golongan-golongan itu melalui suatu analisis kelompok ke dalam kategori takson
yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tadi. Taksonomi numerik
didasarkan pada bukti-bukti fenetik artinya atas kemiripan yang diperlihatkan
objek studi yang diamati dan dicatat dan bukan atas dasar
kemungkinan-kemungkinan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi
numerik bersifat empiric operasional, dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji kembali melalui observasi dan
eksperimen. Langkah-langkah kegiatan yang biasanya dilakukan dalam melaksanakan
kegiatannya ,meliputi :
a.
Pemilihan
objek studi, yang dapat berupa individu, galus,
varietas, jenis, dst. Yang terpenting adalah setiap unit-unit yang dijadikan
objek studi-studi tersebut harus mewakili golongan organisme yang sedang
diteliti.
b.
Pemilihan
ciri-ciri yang akan diberikan angka atau skor.
Jumlah ciri yang dipilih untuk pemberian angka harus cukup banyak
sekurang-kurangnya 50 ciri yang masing-masing diberi kode dan selanjutnya
disusun dalam bentuk table atau matriks.
c.
Pengukuran
kemiripan, dengan cara membandingkan tiap ciri-ciri
unit pada masing-masing takson. Besarnya kemiripan akan berkisar dari 0 (tidak
ada kemiripan) sampai seratus untuk keadaan sama (identik).
d.
Analisis
kelompok, matrik kemiripan ditata kembali, sehingga unit-unit takson yang
memiliki kemiripan bersama yang paling tinggi dapat dikumpulkan menjadi satu.
Kelompok-kelompok itu disebut fenom, dan dapat ditata secara hierarki dalam
suatu diagaram yang disebut dendogram.
e.
Diskriminasi,
setelah klasaifikasi dilakukan, kita dapat menelaah kembali ciri-ciri yang
dilibatkan kegiatan ini untuk menemukan ciri yang paling konstan dan oleh
karena paling bernilai untuk pembuatan kunci identifikasi dan diagnosis.
Tokoh-tokoh terkemuka dalam periode
ini antara lain : Harold C. Bolt (1909-1987) dan R.Wittaker(1921-1980)
A.Gundersen (1877-1958), dan masih banyak lagi yang diusulkan seperti : Stebbin
lahir 1909, Armen L.Takhtajen lahir 1910, ada Artur Cronquist lahir 1911,
Robert F.Torne lahir 1920 dan Rolf M. T.Dalgren (1932-1987).